zonakropos

zonakropos
dekyjawa blog

Selasa, 21 Juli 2015

PENGAJIAN ASSAJADAH BERSAMA CAK NUN

Catatan: Ega Julaeha

 

Malam itu, 30 Oktober 2010, terselenggara pengajian Assajadah yang merupakan acara rutin 3 (tiga) bulanan di Kandank Jurank Doank, dengan mengusung tema “Cerdaslah Nusantaraku” dan narasumber Emha Ainun Nadjib. Acara dimulai pukul 20.00 wib yang dibuka oleh si empunya rumah, Dik Doank. Acara dibuka dengan sajian beberapa tembang lagu yang dinyanyikan oleh Dik Doankfeaturing KJD Idol dan Kaleng Rombenk.

 

Menyikapi bencana alam Gunung Merapi, Dik Doank berpendapat bahwa yang disebut musibah itu bukan ketika saat gunung meletus, tapi saat pengungsi itu berada di pengungsian. Ini dikarenakan masyarakat tercerabut dari kenikmatannya berkegiatan di rumah mereka masing-masing. Tugas kita adalah mengurangi beban mereka di pengungsian.

Cak Nun dalam membuka tausyiahnya menyampaikan tentang hakekat terkenal. “Setiap orang punya tahapnya masing-masing, punya tarikatnya masing-masing, punya konteksnya masing-masing. Yang disebut teladan itu bukan pada wujudnya, tapi pada inti nilainya. Kalo ada orang makan jangan langsung ditiru makannya, kalau ada orang tidak makan jangan langsung ditiru tidak makannya, tapi dicari tahu kenapa dia makan atau tidak makan, sebab dia makan dan tidak makannya. Sehingga ketika meniru, itu bukan wujud makan dan tidak makan, melainkan terjemahan dari sebabnya/niatnya tadi terhadap keadaan kita”.

 

“Bagi saya, wanita cantik itu bukan keindahan lagi, tapi siksaan. Beda Dik Doank dan saya, jangan tiru saya. Jadi jangan dilihat outputnya saja, anda harus lihat juga inputnya. cari tahu dulu hulunya, jangan hilirnya saja, jadi kesimpulannya utuh”.

 

Hal itu disampaikan Cak Nun dalam kaitannya tentang keputusannya untuk tidak lagi muncul dalam media, baik media cetak maupun elektronik dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Karena menurutnya, kita tidak boleh lebih terkenal dari Allah dan Rasulullah. Kita harus mampu menanggalkan ketenaran, membocorkan kapal, untuk menghindar dari keangkuhan dan kesombongan yang bisa jadi menjerumuskan kita kepada dosa yang paling besar.Tentang popularitas, menurut Cak Nun popularitas itu efek, jangan jadi tujuan. Jadi kalaupun nanti jadi terkenal, harus dibarengi dengan rendah hati, sadari bahwa terkenal itu efek. Salah satu yang menghancurkan kehidupan manusia adalah kesombongan. dalam bahasa Al Quran gibria. gibria itu jubahKU. selain Allah jangan pake jubah itu.

 

Mengenai musibah, Cak Nun berpendapat bahwa kata musibah penerjemahan kedalam bahasa indonesia artinya agak meleset. musibah artinya kejadian, dalam bahasa indonesia artinya bencana. padahal bencana artinya Azab. Al assoba, artinya kejadian. Qurban jika dibahasa inggriskan artinya victim. Padahal dalam bahasa aslinya artinya dekat, Qarib. Qurban artinya segala sesuatu yang mendekatkan kita kepada Allah. nilai-nilai islam tidak begitu tumbuh di Indonesia karena salah satu sebabnya epistimologi kata-kata islam itu diterjemahkan secara serabutan.

 

Selanjutnya Cak Nun menyampaikan bahwa jihad bahasa indonesianya itu daya upaya, bahasa inggrisnya effort, doing something to get. Bekerja untuk anak istri itu jihad, segala daya upaya. Kalo jihadnya menggunakan pikiran dan intelektual disebut ijtihad, itu suatu pola. kalo mujahadah itu jihad dengan konsentrasi rohaniah. Ada akal itu ijtihad, ada hati itu mujahaddah, dan syahwat, itu api jihadnya. Syahwat itu segala sesuatu yang merupakan energi yang mendorong seseorang untuk mencapai dalam memperjuangkan sesuatu. Maka syahwat harus dikendalikan oleh regulasi akal sehat. tapi seluruhnya berasal dan dikontrol oleh Qalbu. Maka di dalam qaLbu itu harus ada iman, karena kita tidak mampu mengontrol diri kita sendiri maka kita butuh bantuan Allah. Allah membantu dengan mengirimkan iman ke dalam diri kita. Itulah yang disebut manajemen qalbu. Dalam jalannya acara, ada jamaah yang bertanya tentang kenapa di dalam Al Quran Allah sering menggunakan kata AKU dan KAMI. Cak Nun menjawab bahwa Allah punya malaikat-malaikat yang membantuNYA. Malik itu artinya raja, Muluk itu artinya kekuasaan. malaikat artinya aparat kekuasaan. malaikat itu jumlahnya bermilyar2 jenis. Jadi KAMI di sini adalah representasi Allah dan Malaikat-malaikatnya.

 

Dalam menjawab pertanyaan jamaah tentang kenapa manusia itu tidak tahu tentang masa depannya, manusia punyai batasan, Cak Nun berpendapat bahwa justru disitulah asyiknya hidup. Kita manusia tidak diberi pengetahuan oleh Allah melainkan hanya sedikit. Oleh karena itu kita akan terus menerus mempelajari. Kita diberi akal pikiran untuk terus membaca alam semestaNYA. Maka janganlah terburu-buru menilai sesuatu itu syirik atau tahayul.

 

“Nikmatnya hidup itu karena ada batasan, kita tidak tahu isi hati istri kita, sampai dengan sekarang, karena itu kita akan terus memberikan yang terbaik, karena kita tidak tahu. Tidak tahu itu nikmat, aurat itu diperlukan, makanya yang baik itu berpakaian, butuh pakaian supaya orang tahu, pengetahuannya hanya terbatas pada fantasinya. Fantasi tidak bisa disalahkan. Allah dalam hal ini tidak adil. Kebaikan, niat saja sudah dapat pahala. Berbeda dengan keburukan, keburukan jika dilakukan baru dapet sanksi, baru niat tidak apa-apa. Maka bertahanlah pada niat buruk, tapi jangan dilakukan. Jangan berani buka aurat, karena kita berhak berfantasi dan tidak disalahkan Allah. Itu gunanya kita menutupi tubuh dengan pakaian. Diberi ilmu oleh allah sebatas yg bermanfaat untuk anda.”

 

“Ada Ilmul yakin, haqul yakin, ainul yakin. ilmul Yakin itu adalah anda meyakini sesuatu karena logika dan penyerapan kecerdasan anda. Anda mendapat informasi dan percaya kepada kredibilitas informasi itu. Tapi itu harus dikembangkan, jangan berhenti pada informasi itu saja. Misalnya, tentang benua Amerika, siapa yg menemukan amerika, benarkah yang menemukannya itu yang kita kenal dengan nama Colombus? menurut siapa? terus menerus bertanya sampai anda yakin terhadap kredibilitas informasi itu.”

 

Cak Nun selanjutnya menyampaikan bahwa semakin tinggi dan semakin kaya suatu bahasa semakin tua peradabannya. Menurutnya, sehebat-hebatnya bahasa Inggris, lebih hebat bahasa Indonesia, khususnya bahasa Jawa. Misal, untuk kata bau, dalam bahasa inggris hanya kita temukan kata smell, untuk mendeskribsikan sesuatu yang bau dalam makna negatif, dikenal kata bed smell. Dalam bahasa Jawa, kita temui banyaknya varian kata, seperti: bau kencing itu pesing, bau kelek itu kecut, bau darah itu anyir, bau baju yang tidak dicuci itu apek, bau ikan itu amis, bau kambing itu prengus, bau bangkai itu badek. Hal ini disampaikan dengan maksud untuk menumbuhkan kepercayaan diri kita sebagai bangsa Indonesia, bahwa kita bangsa yang besar. Agar pengetahuan ini menjadi energi kita, tidak bermaksud menggede-gedekan.

Yang menarik, di tengah jalannya acara, ada seorang jamaah yang mempertanyakan pendapat Cak Nun tentang konflik agama yang sering terjadi dan mengenai pernikahan beda agama. Menurut Cak Nun, konflik antar agama, manusia bertengkar sebetulnya karena pada dasarnya manusia tidak mendapatkan kepuasan atas hak-haknya, outputnya adalah mudah bertengkar, dan yang paling mudah menyulut pertengkaran itu adalah perbedaan agama. Tapi bukan agamanya yang salah, bukan agama penyebabnya, tapi karena tidak puasnya manusia yang menyebabkan mudah bertengkar, adanya ketidakadilan sosial.

 

Mengenai pernikahan beda agama, Cak Nun berpendapat bahwa setiap agama punya syariat yang jelas, aturannya jelas. “Dalam Islam, wanita muslim menikah dengan pria muslim. Tapi kalau misalkan ingin menikah dengan beda agama ya silahkan, tapi jangan bawa-bawa Tuhan. Keluar dari Islam juga tidak masalah, karena Islam tidak merugi sedikitpun.”

 

“Yang punya hak atas diri seseorang itu adalah Allah sang pencipta dan dirinya sendiri, seperti hukum perusahaan, yang bisa mengambil keputusan adalah si pemilik saham. Yang punya saham atas hidup seseorang itu adalah tuhan dan diri kamu sendiri.”

 

Ada salah satu jamaah yang mencoba kritis kepada Cak Nun, mengapa Cak Nun tidak konsisten terhadap apa yang dia sampaikan mengenai process orientieddan result orientied. Cak Nun mencoba menjelaskan bahwa sebisa mungkin apa yang kita lakukan itu berorientasi pada proses, hasil itu letaknya di belakang, itu bukan kewenangan manusia. Yang menjadi salah kaprah adalah, walaupun kita berorientasi pada proses, bukan berarti kita menolak hasil. Hasil itu efek, dan mengikuti dari seberapa besar proses yang telah kita lakukan. Tapi jangan hasil sebagai tujuan. Cak Nun mencontohkan dengan analogi “masa ketika kita disuruh Allah masuk surga kita tidak mau”.

 

“Goyah itu hasil, kalo wassilah itu proses, cara untuk mencapainya. sholat itu tujuan atau cara? ya cara ya tujuan. Anda menanam padi ya hasilnya panen padi, tapi kalau tidak berhasil panen juga ya harus siap. Ikhlas dengan prosesnya, jangan berorientasi pada hasil, maka hasil yang baik akan mengikuti. Yang saya paling ingat adalah ketika Cak Nun dengan lugas mengatakan bahwa beliau kesini bukan untuk ceramah, tapi untuk merangsang cara berfikir anda. Jangan ditelan mentah-mentah setiap apa yang telah beliau sampaikan. Berfikirlah untuk menangkap setiap maksudnya dengan tepat. Analoginya seperti “sudah dikasih buah duren, untuk dapat menikmatinya, ya harus buka/belah sendiri buah duren itu, lalu menikmati buahnya sesuka hatimu”.**(Doc Foto: Agus Setiawan)

Sumber: facebook

Tidak ada komentar: