zonakropos

zonakropos
dekyjawa blog

Selasa, 28 Juli 2015

KARYA SENI DARI BUBUR KERTAS

Patung penduduk asli Amerika ( Suku Indian) yang terbuat dari kertas yang dibuat oleh Allen dan Patty Eckman. Patung dengan detail yang mengagumkan ini hanya terbuat dari kertas, Hasil karya ini dibuat dalam waktu 11 bulan dengan menggunakan kertas dengan formula khusus. suami istri ini ''Allen dan Patty Eckman'' menaruh Bubur kertas kedalam cetakan yang terbuat dari tanah liat dan dgn menekannya untuk menghilangkan air. Pada bagian-bagian yang kasar kemudian dibuang dan pasangan ini kemudian berusaha menaruh detail dengan berabgai macam alat. Mereka telah membuat kreasi ini sejak 1987 di studio yang ada di rumah mereka di south dakota amerika dan telah menjual 3 juta karya. Allen mengungkapkan '' Kita menciptakan karya seni tentang indian karena nenek saya adalah orang Indian dan keluarga saya mengagumi penduduk asli amerika, saya mengerjakan manusia & hewan dan patty mengerjakan yang wanita dan anak-anak.

 





































Jumat, 24 Juli 2015

Kedung Cinet JOMBANG WISATA

Nggak Percaya, 'kan??? Kalo ini di Jombang...
Nggak Percaya, kan!?!?!??

Secara pribadi, Jombang City Guide belum pernah kemari, namun dari cerita-cerita kawan dan teman-teman kurang ajar yang pamer-pamer foto di fesbuk thok tapi gak ngajak-ngajak, Jombang City Guide bisa sedikit mengutip sambil ikut-ikutan ngiming-ngimingi para pembaca, supaya Anda-Anda sekalian merasakan penderitaan Jombang City Guide juga : Mupeng pengen ikutan kesana!

Ngarai mini ala-ala Green Canyon dan Grand Canyon ini ada di Kedung Cinet. Kedung Cinet sendiri ada di ujung kulon Jombang, di Desa Pojok Klitih, Kecamatan Plandaan. Jadi ancer-ancernya dari arah Jombang Kota, ke arah Ploso belok kiri. Kira-kira lurus 3km lalu ada pertigaan ke arah kecamatan Plandaan dan SMAN Plandaan lurus lagi ke barat sekitar 5km. Di situlah Desa Pojok Klitih, tempat ngarai mini ini berada.

Wiihh... eksotis banget ya!?!?!?

Jombang Canyon : Kedung Cinet

Ada beberapa kawan yang mengatakan tempat ini angker, tapi Wallahualam lah. Di Musim kemarau begini, airnya sedikit. Tapi bila musim penghujan, lebih ngeri jeramnya. Tempat masuknya masih free, atau mungkin memang belum ditahbiskan jadi tempat wisata ya, jadi masih bisa asal masuk jelbas-jeblus begitu. Xixixixi......

Ah, Jombang City Guide juga belum kesana,durung onok sing ngancani. Oke, gimana???? Ngiler pingin kesana juga, kan?????

Mupeng Mode ON








Sumber:  http://jombangcityguide.blogspot.com/2014/08/jombang-mini-canyon-kedung-cinet.html?m=1

Jejak Ajaran Nabi Ibrahim Di Tanah Jawa "Indonesia"

Sebagai seorang Muslim maka saya percaya bahwa Apa yang difirmankan Allah dalam Al-Quran adalah kebenaran. Dalam salah satu ayatnya Allah berfirman :
  

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia (QS 3:96)

Ya, rumah yang mula-mula itu adalah Ka’bah. Di ayat diatas berhubung kalimat “tempat beribadat” diapit tanda (…), maka bisa juga diartikan sebagai rumah yang pertama ada. Tetapi berhubung kalimat selanjutnya berhubung dengan ber’kah dan petunjuk, maka bisa diartikan sebagai rumah pertama di bumi dan rumah pertama untuk beribadah. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bentuk Ka’bah pertama kali?. Apakah bentuknya berupa Kubus seperti bentuk sekarang?.

Berhubung tidak ada sumber pasti bagaimana bentuk Ka’bah pertama kali maka aku asumsikan bentuk Ka’bah pertama kali kemungkinan Piramid. Kok bisa?.

Ka’bah yang kita lihat sekarang adalah Bangunan berbentuk Kubus dengan ruang yang pernah mengalami beberapa renovasi mengingat usia dan adanya bencana. Renovasi kemungkinan dilakukan untuk meremajakan, merubah bentuk atau memperluas ruang. Renovasi yang pernah terjadi antara lain ketika Ka’bah dibangun kembali setelah rusak gara-gara banjir sekitar tahun 600 M dimana pada saat itu Rasulullah (sebelum jadi nabi), menjadi pihak yang meletakkan kembali Hajar Aswad (Batu Hitam), yang sempat menjadi perselisihan petinggi Suku Quraisy.

Pada jaman kuno ribuan tahun sebelum Masehi daerah gurun Arab dimana sekarang terletak kota Mekah, merupakan tempat yang terisolasi. Hal itu bisa kita lihat bahwa wilayah Arab hampir tidak pernah menjadi tempat jajahan kerajaan-kerajaan Kuno yang besar semisal Romawi, Alexander Agung, Persia atau Yunani. Jika bangsa India pernah sampai ke Arab itu juga jauh ribuan tahun setelah jaman Ibrahim. Jadi secara kebudayaan masih tertinggal dan kuno.

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar baitullah (Ka’bah)bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(Al-Quran 2:127)

Kalau kita baca QS 2:127 diatas, kita bisa memahami lain lagi bahwa seolah-olah sebelum Ibrahim dan Ismail sampai ke lembah Bakah (Mekah), Ka’bah sebenarnya sudah ada. Hal itu bisa kita baca dari kallimat“meninggikan dasar-dasar”, lantas siapa yang membangun dasar Baitullah (Ka’bah) sebelum mereka hadir?. Apakah Adam atau Nuh atau malaikat?. Seperti kita ketahui ada beberapa riwayat yang mengatakan bahwa sebelum ada manusia Malaikat sering melakukan thawaf diatas daerah tersebut (hanya Allah yang tahu).

Untuk membangun bangunan dengan batu yang luasnya sekitar 100 m2 dan dengan ketinggian yang cukup tinggi (Lihat QS 2:127 diatas ) Hal itu pasti agak sulit untuk dikerjakan oleh 2 orang (Ibrahim dan Ismail), mengingat mereka harus mengecor atap (kecuali tanpa atap atau beratap kayu, meski sepertinya tidak mungkin). Hal itu akan lebih mudah dilakukan jika bentuknya Piramid baik bentuk runcing atau setengah runcing. sehingga lebih mudah membangunnya.

GAMBAR 1. KEMUNGKINAN BENTUK AWAL KA’BAH

Ketika masih berjumlah sedikit, peribadatan kemungkinan dilakukan DI DALAM Ka’bah.

GAMBAR 2. BENTUK KA’BAH SEKARANG


Nabi Ibrahim selain sebagai manusia yang membangun Tempat Ibadah pertama kali, juga merupakan Imam bagi seluruh manusia. Itulah mengapa pengaruhnya menyebar ke banyak bangsa di dunia, termasuk bentuk tempat ibadah yang menyerupai Ka’bah. Nabi Ibrahim sebagai Imam bagi umat manusia bisa dibacaDISINI 

Pada awalnya tentu pengaruh yang disebarkan oleh nabi Ibrahim adalah ajarannya yang monotheisme (Tauhid) dan bentuk tempat ibadahnya. Jika ajarannya menyebar maka bentuk tempat ibadahnya juga akan menyebar. Itulah mengapa pada jaman kuno bentuk rumah ibadah mereka hampir semuanya berbentuk menyerupai Ka’bah (Piramid).

Piramida Suku Inka (Amerika Latin)

Piramida Mesir



Piramid yang tadinya kecil dan berada di gurun tandus telah menyebar ke berbagai penjuru dunia dan tiba di berbagai bangsa besar yang memiliki peradaban lebih maju. Sehingga pengaruh bangunan piramid yang sampai ke bangsa besar tersebut pada akhirnya berubah menjadi bentuk piramid yang besar pula .

Tetapi kita harus mengakui bahwa ajaran yang dibawa oleh nabi Ibrahim tidak bisa bertahan pada masing-masing bangsa itu. Yang setelah berjalannya waktu masing-masing bangsa membuat kreasinya sendiri dengan mengukir pahatan (relief) pada dinding piramid. Hal ini juga terjadi ketika para Musyrikin Mekah pada saat itu menempatkan patung-patung disekitar Ka’bah sebagai bentuk lain dari relief.

Ajaran yang pada awalnya adalah Monoteisme juga berubah menjadi ajaran Pagan, dimana hampir semua bangsa yang mempunyai Piramid membangun Piramid tidak untuk beribadah kepada Tuhan Yang Satu tetapi untuk menghormati Tuhan mereka yaitu Dewa Matahari atau Tuhan buatan lainnya dan juga sekaligus sebagai tempat pemakaman. Tetapi Tuhan selalu mengutus banyak utusan untuk meluruskan ajaran Nabi Ibrahim yang menyimpang, sehingga ajaran yang tadinya menyimpang lambat laun kembali ke monotheisme. Misalnya Musa yang harus mengingatkan Penguasa Mesir (Fir’aun) agar kembali menyembah Allah.

Piramid di Indonesia, khususnya Candi-candi di Jawa kemungkinan pengaruh Ka’bah pada jaman nabi Ibrahim. Hal ini diperkuat dengan adanya beberapa artikel yang menyinggung mengenai “Bani Jawi” yang merupakan keturunan dari nabi Ibrahim. Kata “Jawi” dalam kesusatraan Jawa merupakan kata “halus” dari Jowo (Jawa).  Di dalam masyarakat Jawa kata-kata seperti “Tiyang Jawi (orang Jawa)” , “Serat Jawi (lembaran sastra Jawa)”, Aksara Jawi (Huruf Jawa)  dan Babad Tanah Jawi sudah umum. Seperti kita ketahui bahasa Jawa itu bahasa yang paling ribet di seluruh dunia. Karena dalam 1 suku ada tingkatan-tingkatan bahasa yang bisa mencapai 6 tingkatan atau lebih dari bahasa yang paling kasar sampai paling halus, dimana tidak semua orang Jawa menguasainya.



Orang Jawa sebelum datangnya Islam percaya akan adanya monoteisme (Sang Hyang Widhi). Dan bahwa di dalam naskah-naskah Kuno Bangsa Jawa disebutkan bahwa Batara Brahma merupakan leluhur dari raja-raja di tanah Jawa. Brahma merupakan nama lain Ibrahim.

Pendapat mengenai Bani Jawi yang merupakan keturunan Nabi Ibrahim bisa anda cari sendiri di Google. Secara sempit Bani Jawi mengacu ke Jawa tetapi secara Luas Bani Jawi antara lain meliputi “Sunda, Melayu/Sumatra, Bugis dll” yang berasal dari garis Ketura (Istri nabi Ibrahim yang lain).  Menurut beberapa penulis Nusantara adalah Atlantis dulunya, dimana merupakan pusat peradaban pada jaman dulu. Khusus untuk Jawa ada yang istimewa bahwa hampir 50% fosil manusia purba dari seluruh dunia ditemukan disini (daerah Sangiran).

Jika anda membaca ceritera pembangunan Candi Perambanan (secara mistik), diceritakan bahwa pembangunan Candi perambanan dilakukan oleh ribuan Jin atas kehendak “Bandung Bandawasa” terhadap “Dewi Rorojonggrang (Ratu Boko)” dimana pembangunannya secara singkat. Hal ini mirip kisah “Nabi Sulaiman” terhadab “Ratu Balqis”. Meski alur ceritanya tidak sama persis 100%.
  

Kompleks Istana Ratu Boko yang terletak di sekitar Jogja diperkirakan dibangun pada abad 8 M. Tetapi kemungkinan lebih tua dari itu. Kompleks Ratu Boko merupakan kompleks isatana Purbakala yang luas, dan mungkin terluas di Indonesia. Kompleks Ratu Boko bila disaksikan dari udara adalah seluas pada gambar dibawah ini.

 


Dari gambar diatas bisa kita lihat bahwa luas istana Ratu Boko berhektar-hektar.  Untuk melihat sisa-sisa istana Ratu Boko yang masih tersisa bisa anda lihat DISINI

Salah satu tokoh yang ahli dalam matematika Al-Quran yaitu Fahmi Basa bahkan mengungkapkan beberapa hal menarik sebagai berikut (sumber republika) : 

Pertama adalah tentang tabut, yaitu sebuah kotak atau peti yang berisi warisan Nabi Daud AS kepada Sulaiman. Konon, di dalamnya terdapat kitab Zabur, Taurat, dan Tongkat Musa, serta memberikan ketenangan. Pada relief yang terdapat di Borobudur, tampak peti atau tabut itu dijaga oleh seseorang.

Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman’.” (QS Al-Baqarah [2]: 248).

Kedua, pekerjaan jin yang tidak selesai ketika mengetahui Sulaiman telah wafat. (QS Saba [34]: 14). Saat mengetahui Sulaiman wafat, para jin pun menghentikan pekerjaannya. Di Borobudur, terdapat patung yang belum tuntas diselesaikan. Patung itu disebut dengan Unfinished Solomon.

Ketiga, para jin diperintahkan membangun gedung yang tinggi dan membuat patung-patung. (QS Saba [34]: 13). Seperti diketahui, banyak patung Buddha yang ada di Borobudur. Sedangkan gedung atau bangunan yang tinggi itu adalah Candi Prambanan.

Keempat, Sulaiman berbicara dengan burung-burung dan hewan-hewan. (QS An-Naml [27]: 20-22). Reliefnya juga ada. Bahkan, sejumlah frame relief Borobudur bermotifkan bunga dan burung. Terdapat pula sejumlah relief hewan lain, seperti gajah, kuda, babi, anjing, monyet, dan lainnya.

Kelima, kisah Ratu Saba dan rakyatnya yang menyembah matahari dan bersujud kepada sesama manusia. (QS An-Naml [27]: 22). Menurut Fahmi Basya, Saba artinya berkumpul atau tempat berkumpul. Ungkapan burung Hud-hud tentang Saba, karena burung tidak mengetahui nama daerah itu. “Jangankan burung, manusia saja ketika berada di atas pesawat, tidak akan tahu nama sebuah kota atau negeri,” katanya menjelaskan. Ditambahkan Fahmi Basya, tempat berkumpulnya manusia itu adalah di Candi Ratu Boko yang terletak sekitar 36 kilometer dari Borobudur. Jarak ini juga memungkinkan burung menempuh perjalanan dalam sekali terbang.

Keenam, Saba ada di Indonesia, yakni Wonosobo. Dalam Alquran, wilayah Saba ditumbuhi pohon yang sangat banyak. (QS Saba [34]: 15). Dalam kamus bahasa Jawi Kuno, yang disusun oleh Dr Maharsi, kata ‘Wana’ bermakna hutan. Jadi, menurut Fahmi, wana saba atau Wonosobo adalah hutan Saba.

Ketujuh, buah ‘maja’ yang pahit. Ketika banjir besar (Sail al-Arim) menimpa wilayah Saba, pepohonan yang ada di sekitarnya menjadi pahit sebagai azab Allah kepada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya. “Tetapi, mereka berpaling maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar[1236] dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (QS Saba [34]: 16).

Kedelapan, nama Sulaiman menunjukkan sebagai nama orang Jawa. Awalan kata ‘su’merupakan nama-nama Jawa. Dan, Sulaiman adalah satu-satunya nabi dan rasul yang 25 orang, yang namanya berawalan ‘Su’.

Kesembilan, Sulaiman berkirim surat kepada Ratu Saba melalui burung Hud-hud. “Pergilah kamu dengan membawa suratku ini.” (QS An-Naml [27]: 28). Menurut Fahmi, surat itu ditulis di atas pelat emas sebagai bentuk kekayaan Nabi Sulaiman. Ditambahkannya, surat itu ditemukan di sebuah kolam di Candi Ratu Boko.

Kesepuluh, bangunan yang tinggal sedikit (Sidrin qalil). Lihat surah Saba [34] 16). Bangunan yang tinggal sedikit itu adalah wilayah Candi Ratu Boko. Dan di sana terdapat sejumlah stupa yang tinggal sedikit. “Ini membuktikan bahwa Istana Ratu Boko adalah istana Ratu Saba yang dipindahkan atas perintah Sulaiman,” kata Fahmi menegaskan.

 

KLIK GAMBAR DIATAS UNTUK MEMPERBESAR

Selain bukti-bukti di atas, kata Fahmi, masih banyak lagi bukti lainnya yang menunjukkan bahwa kisah Ratu Saba dan Sulaiman terjadi di Indonesia. Seperti terjadinya angin Muson yang bertiup dari Asia dan Australia (QS Saba [34]: 12), kisah istana yang hilang atau dipindahkan, dialog Ratu Bilqis dengan para pembesarnya ketika menerima surat Sulaiman (QS An-Naml [27]: 32), nama Kabupaten Sleman, Kecamatan Salaman, Desa Salam, dan lainnya. Dengan bukti-bukti di atas, Fahmi Basya meyakini bahwa Borobudur merupakan peninggalan Sulaiman. Bagaimana dengan pembaca? Hanya Allah yang mengetahuinya. Wallahu A’lam. (Republika)

Fahmi Basa menyimpulkan bahwa Candi Borobudur Prambanan dan daerah sekitarnya merupakan peninggalan  nabi Sulaiman. Tentu banyak pendapat yang menentang. Karena dari segi tahun sejarah mungkin beda. Tetapi jika mendapat pengaruh mungkin bisa saja. Paling tidak artikel ini bisa menambah wawasan keagamaan kita. Tidak mengapa jika anda tidak setuju.



Sumber: http://reviewofreligions.blogspot.com/2012/06/jejak-ajaran-nabi-ibrahim-di-tanah-jawa.html?m=1

Selasa, 21 Juli 2015

ASAL USUL NAMA NUSANTARA INDONESIA

Nama Indonesia tempo doeloe, Pada zaman purba, kepulauan Indonesia disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan tanah air dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut wilayah yang kemudian menjadi IndonesiaJaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan, benzoe, berasal dari nama bahasa Arab luban jawi (“kemenyan Jawa”), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil “Jawa” oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. Dalam bahasa Arab juga dikenal Samathrah (Sumatra), Sholibis (Sulawesi), Sundah (Sunda), semua pulau itu dikenal sebagai kulluh Jawi (semuanya Jawa).

Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah “Hindia”. Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka” dan daratan Asia Tenggara dinamai “Hindia Belakang”. Sedangkan tanah air memperoleh nama “Kepulauan Hindia” (Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur” (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah “Kepulauan Melayu” (Maleische Archipel, Malay Archipelago, Archipel Malais).

Pada zaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur).

Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu Insulinde, yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (bahasa Latin insula berarti pulau). Nama Insulinde ini kurang populer.

Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli), memperkenalkan suatu nama untuk . Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.

Pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit, Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Sumpah Palapa dari Gajah Mada tertulis “Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa” (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat).

Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”, sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.

Sampai hari ini istilah nusantara tetap dipakai untuk menyebutkan Indonesia.

Pada tahun 1847 ,Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). tetapi lebih senang menggunakan Malayunesia

Kemudian James Richardson Logan menggunakan nama Indunesia (yang dibuang Earl), dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. inilah untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak dalam tulisan Logan:

Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.

Nama Indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch (Hindia) oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan Indonesiër (orang Indonesia).

Indonesia, Negeri Eksotik dengan jumlah pulaunya sebanyak 7.504 buah. (7.870 di antaranya telah mempunyai nama, sedangkan 9.634 belum memiliki nama). Tidak asing juga disebut sebagai Zamrud Khatulistiwa, tentunya karena potensi yang dimiliki oleh negeri ini begitu banyak dan terhampar di jajaran pulau-pulau tersebut. Keanekaragaman hayati, pesona alam, flora-fauna, budaya, bahasa, aneka ragam suku, dan masih banyak lainnya.

Dari Ir.Soekarno sampai ke Presiden Soekarno Tan Malaka (1948)

Sumber: Yayasan Cahaya Kita, Jakarta 1966

Tulisan ini adalah bagian dari otobiografi Tan Malaka "Dari Penjara ke Penjara" yang diterbitkan terpisah sebagai buku saku.

Kata Pengantar

Ada penulis bangsa Inggris yang mengatakan bahwa sejarah dunia adalah riwayat hidupnya orang besar. Ucapan itu sudah jelas tidak benar. Tidak benar, karena mengabaikan peran rakyat banyak di dalam mempengaruhi jalannya perkembangan sejarah. Penulis itu melebih-lebihkan pengaruh seseorang yang mempunyai “sifat-sifat luar biasa” sehingga dalam mencari orang-orang yang bersifat luar biasa itu melupakan peranan rakyat yang sesungguhnya adalah sumber dari segala-galanya. Namun demikian tidak bisa dipungkiri pengaruh orang orang besar pada jalannya sejarah, baik dalam artian maupun yang buruk.

Pengaruh Soekarno pada sejarah Indonesia besar sekali, tidak mungkin orang memungkiri. Ir.Soekarno memang orang yang luar biasa. Tetapi kenyataan itu tidak memudahkan orang yang ingin mengenal Soekarno sebenarnya. Mana mitos, mana fakta dan kesan orang terhadap orang lain berbeda-beda tergantung dari si peninjau. Kita kenal Soekarno di mata Soekarno sendiri, seperti diceritakannya kepada Cindy Adams dalam auto biografinya. Ada lagi Sokarno di mata Louis Fisher, wartawan Amerika. Sekarang kami sajikan kepada pembaca Soekarno dalam pandangan Tan Malaka, dalam auto biografinya dariPenjara ke Penjara yang ditulis pada tahun 1948 telah menyoroti Ir.Soekarno sebagai pemimpin Indonesia. Isi brosur ini diambil dari autobiografi-nya itulah.

Tan Malaka tidak asing lagi bagi pembaca. Seluruh hidupnya sesudah masa kanak-kanak dicurahkan bagi perjuangan kemerdekaan bangsa dan rakyat Indonesia. Empat puluh tahun yang lalu dia telah menelorkan konsepsi yang konkrit tentang Republik Indonesia dalam bukunya yang menyebabkan Prof.Moh.Yamin,SH mengikatkan gelar “Bapak Republik Indonesia” kepadanya. Karena jasa-jasanya pula Tan Malaka secara anumerta telah diangkat menjadi pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia.

Jakarta, Agustus 1966

Penerbit

 

Dari Ir.Soekarno sampai ke Presiden Soekarno

Karena amat banyak menyinggung Pimpinan Negara Republik Indonesia dalam masa revolusi ini. Maka saya perlu sekali mengemukakan sedikit pandangan mengenai dirinya Presiden Soekarno. Barangkali ada baiknya juga saya ceritakan tentang perhubungan saya dengan Presiden Soekarno.

Sah dan perubahan jiwa manusia itu umumnya, sebagai cerminan perubahan masyarakat manusia umumnya pula, juga mengalami undang dialektika, yakni perubahan sedikit demi sedikit, dari abad ke abad pada suatu ketika menjadi pertukaran sifat. Dengan maju berubahnya masyarakat sedunia, dari zaman komunisme-asli ke zaman sosialisme modern melalui zaman perbudakan, zaman ningrat dan zaman kapitalisme, maka maju dan berubahnya kebudayaan kejiwaan (psychology) manusia itu dalam ratusan tahun.

Tetapi dalam dirinya seseorang (manusia) pada suatu masyarakat dalam hidupnya seseorang itu bisa berlaku gerakan kemajuan atau gerakan kemunduran. Seseorang dalam seumur hidupnya bisa bertukar dari revolusioner menjadi konservatif atau anti-revolusioner atau sebaliknya dari konservatif bertukar menjadi revolusioner. Yang menjadi pendorong dalam pertukaran paham itu biasanya perjuangan kelas dalam masyarakat itu. Filsafat atau pandangan hidup dan juga kemauan atau wataknya orang itu sendiri. Seseorang juga berwatak waja dan konsekwen dan mempunyai pandangan yang tepat tentang gerakan kelas dalam masyarakat itu, biasanya patah atau tegak dengan pahamnya semula. Tetapi orang yang tiada mempunyai filsafat atau pandangan hidup yang tepat dan masak tetapi mempunyai watak dan kemauan yang mudah diombang-ambing oleh sentimen (perasaan) serta hawa nafsu diri sendiri atau pengaruh dari luar, biasanya kalau bertemu dengan rintangan mudah sekali bertukar warna dan memilih keuntungan sementara untuk menyelamatkan dirinya sendiri.

Satu dua di antara pelbagai ukuran yang biasanya kita pakai terhadap seseorang yang terjun terhadap seseorang, sebagai pemimpin, apakah pertama sekali ia dapat melihat ke depan dan yang kedua pakah dia cukup mempunyai watak yang konsekwen untuk memegang pandangan ke depan itu. Dalam prakteknya kita bertanya, apakah yang dijanjikan pemimpin itu kepada pengikut dan rakyatnya. Kedua, apakah dia jujur dan konsekwen melaksanakan apa yang sudah dijanjikannya itu sambil juga memperhatikan cara dan moral yang dijungjungnya untuk menepati janjinya itu.

Kita pertama bertanya; apa yang dijanjikan oleh  Ir.Soekarno kepada rakyat Indonesia ketika dia memimpin PNI di masa “Hindia Belanda”? kedua, apakah Ir.Soekarno jujur memegang janjinya itu?

Kita semua mengetahui bahwa Ir.Soekarno menuju kepada Indonesia merdeka atas dasar “Sosio-Nasionalisme” dan “Sosio-Demokrasi” dengan cara MASSA AKSI serta dengan semangat yang “tak kenal damai” (bukan serupa almarhum Dr Sutomo).

Ir Soekrano sudah menderita banyak kesengsaraan lantaran pahamnya itu dari pihak imperialisme Belanda, dan sebaliknya pula mendapat kehormatan, simpat dan pujian yang luar biasa dari seluruh golongan rakyat di Indonesia.

Tetapi bagaimanakah Ir Soekarno menepati janjinya?

Dengan Jepang yang imperialistis, militeristis dan teocratis Ir.Soekarno dari mulanya Jepang masuk sampai jatuhnya dari tahun 1942 sampai tahun 1945 dia bisa kerjasama bahkan bisa “sehidup semati” untuk mendirikan Indonesia merdeka di kelak kemudian hari dalam lingkungan “Asia Timur Raya” yang pastilah cocok dengan filsafat hidup Tenno Heika dan Kenpei Jepang. Oleh karena kepercayaan dan penghargaanTenno Heika oleh Jendral Terauchi, Panglima Tertinggi seluruh Angkatan Perang Jepang di Asia Selatan, antara tanggal 5 dan 11 Agustus 1945 di Saigon.

Presiden Soekrano (yang walaupun atas desakan para pemuda Jakarta) pada 17 Agustus 1945 telah memmproklamasikam kemerdekaan Indonesia dan di masa Jepang menciptakan “Amerika kita setrika, Inggris kita linggis” serta dengan secara sandiwara membakar potret van der Plas (Roosevelt dan Churchill)—dengan “Naskah Linggarjati” dan “Renville principles” menerima kembali Mahkota Raja Belanda di samping mengakui modal asing baik yang langsung memusuhi, maupun yang tidak langsung memusuhi Republik.

Di masa Jepang sebetulnya banyak jalan lain bagi Gico Soekarno untuk menyingkiri ikatan halus maupun kasar yang dicoba dikenakan oleh kaki tangan Tenno Heika kepadanya. Tak perlu dia sendiri yang menganjurkan atau menyetujui pengerahan romusha, pengumpulan intan berlian rakyat Indonesia serta para gadis (untuk dilatih) untuk dikirim ke Tokyo. Tiadalah pula perlu Presiden Soekarno di masa republik ini terus menerus menerima usul Inggris, yang sangat merugikan rakyat ialah menghentikan pertempuran di Surabaya dan Magelang serta usul dari pihak Belanda mengakui beberapa Negara Boneka dalam beberapa wilayah Republik Indonesia (NIT, Borneo,dll) dan sekarang menerima dan menjalankan usul Belanda “mengosongkan kantong” dan menarik 35.000 prajurit dari Jawa Barat dan Jawa Timur dan seterusnya menerima kembali mahkota Belanda, N.I.S dan UNI Nederland-Indonesia, jadinya membatalkan proklamasi 17 Agustus.

Seandainya Ir Sokerano tetap memegang pendiriannya semula dan bersandar atas kepercayaan kepada kekuatan 70 juta rakyat dan dinamikanya revolusi, artinya tetap memagang dasar Indonesia Merdeka dengan “Sosio-Nasionalisme” dan “Sosio-Demokratnya” tetap pula memegang cara Massa Aksi dengan semangat yang tiada kenal damai (juga terhadap sembarangan imperialisme) maka dengan kerja “Illegal” di masa jepang kemerdekaan 100 % boleh jadi sekali lebih lekas tercapainya daripada yang disangka-sangka.

Tetapi kalau kita pelajari perbuatannya Ir Sokerno, maka kita terpaksa mengambil kesimpulan bahwa dia tiada memusingkan analisanya masyarakat Indonesia. tiada tampak bagi saya dalam semua pidatonya perhatian yang dalam antara kebutuhan Belanda terhadap Indonesia. Tiada tampak bagi saya dalam semua pidatonya perhatian terhadap pertentangan yang antara kebutuhan Belanda terhadap Indonesia dalam arti keperluan hidup dan tiada kelihatan pula dalam semua pidatonya itu perhatian terhadap pokok- pendorongnya gerakan rakyat di Indonesia, ialah gerakan murba yang tak kenal damai. Semua dipusatkan kepada grande-eloquence, kemahiran kata, untuk mengikat perhatian dan perasaan para pendengar semata-mata. Kurang untuk menimbulkan keyakinan juga berdasarkan pengertian atas bukti dan perhitungan yang nyata, dan seterusnya untuk menerbitkan kemauan seperti baja untuk melaksanakan keyakinan itu, karena kepintaran menggunakan Bahasa Indonesia, maka dengan suara yang bergemuruh bersipongang dan mempengaruhi para pendengar, dapatlah Bung Karno memukau, menghipnotis sesuatu rapat rakyat murba.

Grande-eloquence beserta grande-elegancea’la Soekarno yang banyak kecocokan pada irama jiwa Murba Indonesia, yang tertindas, terperas, bisa digunakan oleh suatu imperialisme sebagai Dewi Nasionalisme untuk mengebiri gerakan murba yang dipengaruhi oleh paham komunisme, tetapi belum diobori, diorganisir dan di-disiplin oleh ilmu komunisme. Tetapi grande-eloquence dangrand- elegance itu saja tak dapat mendidik kader murba yang bisa mempelopori gerakan dan revolusi di Indonesia.

Partai Nasional Indonesia (PNI) terdiri sebagian besarnya daripada kaum intelektual borjuis. Mereka ini dalam hati kecilnya takut kepada akibatnya gerakan murba, tetapi dengan pidato yang abstrak, kabur tetapigrande, mereka bisa memberi pengharapan dan impian kepada murba. Apabila murba yang sesungguhnya bergerak untuk mencapau maksudnya murba yang sebenarnya, dan imperialisme Belanda, Jepang atau Inggris mengambil tindakan keras, maka grande eloquence dapat dipergunakan untuk menutupi, menyelimuti dan membungkus segala-gala yang tidak konsekwen serta memalsukan semua yang konsekwen. Demikianlah grande eloquence beserta grande elegance dapat menyembunyikan apa yang kompromistis, menyelimuti apa yang anti Massa Aksi, serta membungkus segala sesuatu yang hakekatnya anti kemerdekaan.

Grande elegance a’la Soekarno tak pernah konkrit,nyata ialah tepat dan berterang-terangan melawan musuh yang nyata dan dekat. Dijamin Belanda Nasionalisme yang mestinya anti pemerintah Hindia Belanda itu dapat dibungkus dengan perkataan “kapitalisme-imperialisme”. Istilah ini dapat dipergunakan sebagai tabir asap untuk melindungi diri para pemimpin PNI terhadap undang-undang Hindia Belanda. Bukannya partai Nasional Indonesia langsung menentang pemerintah Hindia Belanda, melainkan imperialisme-kapitalisme yang jauh,abstrak, yang tergantung di awang-awang. Begitu oleh grande eloquence, istilah Massa Aksi yang berarti “Murba Bersenjata yang Bertindak Sendiri” boleh disulap menjadi massa aksi yang membangun kerjasama di “Hindia Belanda” dan  ber-“Kinro Hoozi di zaman Jepang dan bersama-sama “memotong keju” dan “menyapu jalan” di revolusi ini. Di zaman Jepang Sosio-Nasionalisme yang radikal dan agresif menjadi “Hakko Itjiu” atau “Hakko Seisin” teristimewa juga sekarang Sosio-demokrasi dan Sosio-Nasionalisme dan Sosio Demokrasi itu boleh dipakai sebagai perisai terhadap tuduhan “war criminal” dan sebagai selimut untuk kerjasama dengan kapitalisme-imperialisme Belanda, ialah tengkulaknya kapitalisme-imperialisme Amerika-Inggris.

Berhubung dengan amat longgarnya cara Ir.Soekarno menafsirkan suatu paham itu, maka tak pastilah saya ini dalam menentukan apakah sikap  Ir Soekarno yang sebenarnya terhadao paham dan diri saya sendiri, walaupun di masa lampau kelihatan masih serba baik.

Buat sekadarnya membuktikan kerja itu di zaman lampau, ialah sebelumnya tangkapan saya pada tanggal 17 Maret 1946 di Madiun, maka tak ada salahnya kalau di sini saya mengemukakan beberapa peristiwa yang barangkali tidak begitu atau samasekali tidak diketahui oleh umum.

Sebermula, maka kebetulan saja, saya dalam tahanan di Mojokerto (13 Juli 1946 sampai 29 Januari 1947) saya terpandang satu buku yang berjudul “Indisch Schrift v/h Recht”. Dalam buku itu tercantum Ir Soekarno pada Landraad Bandung, 22 Desember 1931.

Hampir setengahnya laporan proses itu yang menutupi lebih kurang 60 muka, mengambil bagian yang memperhubungkan aksi Ir Soekarno di masa PNI dengan saya sendiri, ialah dengan perantara buku Masa Aksi yang saya tulis tergesa-gesa di Singapura pada pertengahan 1926.  Buku Masa Aksi itu sekarang sudah diterjemahkan dari bahasa Belanda ke dalam Bahasa Indonesia dan sudah disiarkan pada tahun lampau. Karena buku itu di masa Hindia Belanda cuma jatuh kepada beberapa pemimpin yang berpengaruh besar saja, dijatuhkan secara rahasia sekali dan karena isi buku itu pula yang pertama kali diperingatkan Presiden Soekarno kepada saya pada pertemuan bermula, maka baiklah saya turunkan di sini catatan dari beberapa pemeriksaan itu.

Beberapa kalimat disalin ke Bahasa Indonesia. Bunyinya sebagai berikut:

‘Landraad di Bandung ketua Mr.Siegenbeek v. Heukelen vonis 22 Desember 1931. Raad van justitie di Jakarta Mr.E.H de.Graag,dll. Vonis 17 April 1931

Perkara terhadap para pemimpin PNI menurut artikel 153 bis dan 169 dari Weboek v.strafrecht. pada halaman 609 tertulis: Dalam Indische Tijdschrift v/h Recht Ir Soekarno, R.Gatot Mangkuprajo, Mas Kun, Supriadinata

Semenjak berdirinya PNI sampai tanggal 29 Desember 1929, yakni selama tahun tersebut teristimewa pada petengahan kedua tahun itu, di Bandung dan tempat lain-lain, ialah di Jawa dengan memimpin atau berbicara pada rapat umum kursus dan propaganda tertutup. Demikian pula dengan jalan memberikan pimpinan kepada dan memajukan massa aksinya partai mereka mengambil bagian dalam PNI dengan pengetahuan tentang tujuan partai. Maksud terakhir dari PNI dengan tegas dituliskan dalam statute..keterangan azas sebagai syarat yang pertama disebutkan’ kemerdekaan poitik, yakni berhentinya pemerintahanan Belanda di atas Indonesia itu.

“Sebagai alat yang paling baik Massa Aksi yang teraturlah yang dikemukakan.”

“Landraad menganggap penting sekali brosur Massa Aksi in Indonesie, terdapat pada produk FN ditulis oleh Tan Malaka, pemimpin komunis yang pada waktu itu berada di Singapura.” Pada halaman 639 Tidjs. v/h Rehct tertulis a.l:

“Menimbang bahwa produk AX juga menunjukan, memperbaiki, masyarakat oleh Murba (massa) dari Murba, untuk Murba perkataan mana satu persatu terdapat brosur Tan Malaka halaman 73..”

Menimbang bahwa thesis tentang pembagian imperialism atas corak dalam produk O (yang menurut saksi Kamaruddin dalam pemeriksaan adalah diktat pada kursus kepada calon anggota partai) yang juga terdapat dalam produk Bu; satu tulisan dari Inu Perbatasari, pemimpin kursus, disalin Woordelijk (kata demi kata) dari brosur Tan Malaka tersebut halaman 32 pada halaman 656 TIJDS. v/h RECHT:

“…………..Bahwa (menurut terdakwa Pen!) nasionale daad (perbuatan nasional) disebutkan akan berakhir tahun 1930.”

“………….sedangkan dengan sedikit perubahan istilah (sedikit perubahan itu adalah atas tanggungannya jaksa Belanda semata-mata,Pen!) Tan Malaka dalam produk FN mengemukakan bahwa salah satu syarat untuk menimbulkan pemberontakan bersenjata terhadap pemerintahan Hindia Belanda ialah bahwa pimpinan dari Massa Aksi harus senantiasa sanggup membentuk tuntutan dan semboyan yang baru dan bersemangat sehingga  kemauan Murba suatu saat bertukar menjadi perbuatan Murba.

Pada halaman 659 TIJDS v/h RECHT:

“………….Menimbang penolakan yang menyatakan bahwa yang menyebabkan timbulnya pemberontakan yang kecil-kecil dan tidak teratur tiadalah member jaminan bagi jayanya revolusi, sudah terdapat pada surat kode Tan Malaka dan Subakat dalam produk V, kepada para pemimpin komunis di negeri ini dari sudut mana berhubungan dengan produk LL, sama sekali tidak terbukti, seperti yang hendak dikemukakan oleh Pembelaan, bahwa PNI yakni para pemimpinnya tidak menghendaki  pemberontakan bersenjata terhadap pemerintah, tetapi lebih tepat bahwa (PNI) menolak Putsch, revolusi yang tiada teratur sebagai siasat untuk mencapai maksudnya pengesahan yang pasti tantangan kesimpulan itu terdapat dalam uraian Tan Malaka sendiri dalam Brosur Produk FN, dimana penolakan yang pasti terhadap Putsch, sebagai siasat untuk mencapai tujuan nasional, ialah kemerdekaan juga diberi alas an penuh oleh PNI menurut produk FO dan OO dengan mempertentangkan Putsch yang tiada sempurna itu dengan Massa Aksi yang teratur sebagai alat efissient (sempurna) untuk mencapai maksud terakhir ialah kemerdekaan Indonesia sepanjang revolusi bersenjata.”

Pada halaman 660 tertulis:

“Putsch ialah hasil pekerjaan dua orang berputus asa, sedangkan revolusi adalah hasilnya suatu gerakan masyarakat. Satu revolusi seperti di Prancis dan Rusia timbul, setelah rakyat Murba disebabkan oleh suatu kejadian menunjukkan kemarahan serta kemurkaannya dengan protes pada rapat umum dan demostrasi yang disetujui oleh seluruh rakyat yang tak lain  melainkan Murba yang diorganisir.”

Catatan di atas bukan dimaksud untuk membenarkan tuduhan jaksa Hindia Belanda terhadap Ir Soekarno. Juga bukan membenarkan tafsiran jaksa dan PID Hindia Belanda tentang massa aksi tetapi atas catatan di atas oleh pihak ke tiga dapat diambil sekedarnya kesimpulan bahwa PNI dan Soekarno setuju dengan Massa Aksi sebagai alat yang paling baik untuk mencapai kemerdekaan politik. Dikatakan pula baik dalam rapat umum maupun dalam rapat terbuka dan dalam kursus partai, maka buku massa aksi banyak dipergunakan.

Rupanya tuduhan pengadilan di masa Hindia Belanda yang berkenaan dengan Massa Aksi itu tak seberapa jauhnya daripada kebenaran. Sesudahnya saya membaca laporan tentang proses Ir Soekarno cs dalam TIJDS v/h RECHT tersebut di Mojokerto, maka hal ini saja contohnya pula dengan keterangan beberapa pemimpin yang rapat perhubungannya dengan Ir Soekarno di masa lampau. Keterangan Hindia Belanda itu tentang perhubungan Ir Soekarno dengan buku Massa Aksi itu sama sekali dibenarkan. Malah ditambahi pula dengan keterangan bahwa bukan PNI dan Ir.Soekarno saja, tetapi ada lagi partai-partai lain dan para pemimpin lain yang mempergunakan brosur massa aksi dalam gerakan kemerdekaan sebagai petunjuk.

Perkataan yang pertama kali diucapkan oleh Presiden Soekarno pada permulaan 1945 di rumah DR.Soeharto di mana saya pertama kali berkenalan dengan Presiden Soekarno dengan perantara Saudara Sajuti Melik atas nama yang sebenarnya setelah 3 ½ saya bersembunyi di Indonesia. Kempei perkataan itu ialah “…dalam buku Massa Aksi rupanya Saudara (Tan Malaka) anggap sifatnya imperialism Inggris berada di antara imperialisme Belanda dan Amerika!”

Inilah perkataan yang pertama yang diucapkan oleh Presiden Soekarno dalam pertemuan yang sangat kami rahasiakan itu, karena Jepang masih bersenjata lengkap di Indonesia, yang sudah 20 minggu lebih memproklamirkan kemerdekaannya.

Baik juga saya ulangi di sini, bahwa pada permulaan September 1945 itulah Ir.Soekarno dan saya berkenalan nama dengan nama. Muka dengan muka seperti yang sudah saya ceritakan di lain tempat, sudah bertemu di Bayah satu tahun sebelumnya ketika saya menghidangkan minum kepada Gitjo Soekarno. Meskipun saya di Bajah itu belum puas dengan jawaban Soekarno atas pertanyaan saya (Husein) tentang kemerdekaan Indonesia dan amat kecewa denga PUTERA dan HOKOKAI yang berturut-turut dibangunkan dan dibubarkan, kecewa dengan panitia Penyeliidik dan Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pada Soekarno saya masih memusatkan perhatian. Di masa Jepang berapa kali saya berniat melangkahkan kaki ke rumah Soekarno di Pegangsaan Timur No.56, tetapi terhambat karena adanya Jepang itu! Saya yakin akan diterima oleh Ir.Soekarno, tetapi sebaliknya yakin pula tidak akan lepas dari cengkraman kenpei Jepang. Pada akhir percakapan yang tiada disaksikan oleh DR.Soeharto, tuan rumah sendiri, tetapi disaksikan oleh saudara Sajuti Melik, Presiden Soekarno sambil menunjuk berkata kepada saya lebih kurang sebagai berikut:

“Kalau saya tiada berdaya lagi, maka kelak pimpinan revolusioner, akan saya serahkan kepada saudara.”

Kami berpisah dengan sedikit sokongan uang  dari Presiden Soekarno kepada saya.

Yang kedua kalinya tiada lama sesudah itu dengan perantara Sdr. Sajuti Melik juga. Saya berjumpa dengan Presiden Soekarno di rumah Dr.Muwardi (Banteng) juga dalam keadaan rahasia.

Sekali Presiden Soekarno menganjurkan bahwa nanti pimpinan revolusi akan diserahkan kepada saya, sambil memberi sokongan uang pula.

Bagi saya di masa itu, perkara saya menerima hak pimpinan revolusi, atau haknya Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan revolusi itu kepada saya, sebenarnya sekejap pun tidak mempengaruhi perasaan, paham dan sikap memberikan sambutan terhadap usul Presiden Soekarno. Saya sudah amat gembira bertemu muka dengan Presiden Republik Indonesia: Republik yang sudah lama saya idamkan yang presidennya adalah putra Indonesia sejati pula. Usul pemimpin revolusi tadi saya anggap sebagai satu kehormatan saja dan sebagai tanda suatu kepercayaan dan penghargaan Bung Karno kepada saya belaka. Teristimewa pula sebagai suatu tanda yang nyata, bahwa di masa lampau benar ada satu ikatan jiwa dan paham antara Bung Karno dan saya, walaupun kami hidup berjauhan.

Di belakang harinya sesudah demonstrasi 19 September 1945 di Jakarta yang saya dengar pula kabar dari pihak para menteri, bahwa dalam satu sidang presidentil cabinet , Presiden Soekarno berkata bahwa “…kelak dia akan menyerahkan pimpinan revolusi kepada salah seorang yang mahir dalam gerakan revolusioner.” Namanya itu belum disebutkan tetapi akan diumumkan dalam satu rapat tertutup.

Peristiwa penyerahan pimpinan revolusi itu saya bicarakan dengan Mr.Soebarjo yang pada saat itu menjabat Menteri Luar Negeri. Mr.Soebarjo saya kenal baik ketika di Nederland pada tahun 1922 dan saya jumpai di Jakarta pada 25 Agustus 1945 ialah seminggu lamanya setelah proklamasi kemerdekaa dan setelah seminggu lamanya saya sia-sia menjumpai kembali Soekarni cs dan Chaerul Shaleh cs. Mr.Soebarjo menganggap usul penyerahan pimpinan revolusi kepada saya sebagai usul yang penting juga. Desas-desus sudah terdengar di kiri-kanan bahwa Presiden Soekarno akan ditangkap oleh Inggris dan akan dituduh sebagai “war criminal” (penjahat perang) karena dianggap oleh sekutu sebagai membantu Jepang ialah musuhnya sekutu dalam perang dunia ke dua. Berhubung dengan kemungkinan penangkapan itu diperkuat pula oleh aksinya murba Jakarta pada tanggal 19 September yang tiada disetujui oleh Presiden Soekarno rupanya bertambah merasa perlu mengadakan payung sebelum hujan ialah mempersiapkan surat warisan mengenai pimpinan revolusi.

Kelihatan benar pada saya bahwa Mr.Soebarjo, Menteri Urusan Luar Negeri amat setuju dengan usul tadi.

Setelah keadaan di Jakarta mendesak karena Inggris hendak mendarat dan saya terpaksa meninggalkan Jakarta (keterangan lebih lanjut akan menyusul di belakang) maka Mr.Soebarjo berusaha dan berhasil mendapatkan surat warisan.

Yang terpenting dari surat warisan itu ialah bahwa kalau tiada berdaya lagi, maka mereka, Soekarno-Hatta akan menyerahkan pimpinan revolusi itu kepada Tan Malaka, Sjahrir, Iwa Kusumasumantri dan Wongsonegoro. Surat warisan itu ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh.Hatta pada tanggal 1 Oktober 1945.

Mulanya yang mau menandatangani cuma Presiden Soekarno dan surat warisan itu akan diberikan kepada saya sendiri saja. Tetapi karena desakan Moh.Hatta (menurut Soebarjo), maka Wakil Presiden Moh.Hatta ikut menandatangani  dan menambah tiga orang lainnya untuk mewarisi.

Karena saya anggap perlu mengorganisir murba di luar kota Jakarta, sebab saya pandang Jakarta sudah terancam dan saya belum dapat berhubungan dengan para pemuda Jakarta dan sama sekali belum tahu adanya Markas Benteng 31, maka dengan surat warisan yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh.Hatta di dalam tas pada tanggal 1 Oktober 1945 saya meninggalkan Jakarta sampai sekarang (17 Februari 1946).

Demikian perhubungan paham diri dengan Ir.Soekarno dengan saya semenjak berdirinya PNI pada tanggal 4 Juli 1927 sampai satu setengah bulan berdirinya Republik Indonesia ialah 1 Oktober 1945.

Baik juga saya sebutkan di sini bahwa pada saat meninggalkan Jakarta dan membawa surat warisan yang ditandatangi oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh.Hatta itu, tercamtuhlah di hati saya: kalau kelak Massa Aksi terhadap Inggris dan Belanda berhasil, maka gugurlah tuduhan “war criminals” tuduhan penjahat perang itu kepada Soekarno Hatta. Dan kalau Massa Aksi gagal, maka seluruh rakyatlah yang akan menanggung jawaban tuduhan “war criminals” ditambah “revolutionary –criminals”, tuduhan penjahat perang ditambah tuduhan penjahat revolusi. Tegasnya saya mengharapkan Soekarno-Hatta sehidup semati dengan rakyat/pemuda Indonesia.

Ringkasnya, pada nasib seluruhnya murba beraksi dan aksi murba lah saya anggap tergantungnya nasib para pemimpin Soekarno-Hatta.

Sumber :
https://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1948-DariIrSoekarno.htm

HUMOR GUSDUR : Siapa yang paling dekat dengan tuhan..?

Tokoh agama Islam, Kristen, dan Budha sedang berdebat. Gus Dur tentu sebagai wakil dari agama Islam. Kala itu diperdebatkan mengenai agama mana yang paling dekat dengan Tuhan ?

Seorang biksu Budha menjawab duluan. “Agama sayalah yang paling dekat dengan Tuhan, karena setiap kita beribadah ketika memanggil Tuhan kita mengucapkan ‘Om’. Nah kalian tahu sendiri kan seberapa dekat antara paman dengan keponakannya?”

Seorang pendeta dari agama Kristen menyangkal.“Ya tidak bisa, pasti agama saya yang lebih dekat dengan Tuhan.” ujar pendeta

“Lah kok bisa ?” sahut biksu penasaran.

“Kenapa tidak,agama anda kalau memanggil Tuhan hanya om, kalau di agama saya memanggil tuhan itu ‘Bapa’ Nah kalian tahu sendiri kan lebih dekat mana anak sama bapaknya daripada keponakan dengan pamannya,” jawab pendeta.

Gus Dur yang belum mengeluarkan argumen masih tetap tertawa malah terbahak-bahak setelah mendengar argumen dari pendeta.

“Loh kenapa anda kok tertawa terus?” tanya pendeta penasaran.

“Apa anda merasa bahwa agama anda lebih dekat dengan tuhan?” sahut biksu bertanya pada Gus Dur.

Gus Dur masih saja tertawa sambil mengatakan “Ndak kok, saya ndak bilang gitu, boro-boro dekat  justru agama saya malah paling jauh sendiri dengan Tuhan.” jawab Gus Dur dengan masih tertawa.

“Lah kok bisa ?” tanya pendeta dan biksu makin penasaran.

“ Lah gimana tidak, lah wong kalau di agama saya itu kalau memanggil Tuhan saja harus memakai Toa (pengeras suara),” jawab Gus Dur.


Humor Gus Dur ini dikutip Dream.co.id dari laman NU Online yang didapat dari kiriman Ahmad Lailatus Sibyan, santri asal Jawa Tengah, tinggal di Yogyakarta

Cak Nun: Agama Masyarakat Itu Sebenarnya Harus Telo, Bukan Gethuk atau Kripik


Rintik-rintik hujan yang membasahi bumi bekas kerajaan Mataram (baca: Yogyakarta) ini tak sedikitpun menghalangi semangat para Cak Nunian (pengagum Cak Nun dan Kiai Kanjeng), untuk sekedar memacu kuda mesinnya menuju Masjid Jami’ At-Taqwa Minomartani, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, demi mendapatkan kehangatan bathiniyyah lantaran petuah-petuah Cak Nun dan juga tembang-tembang yang disenandungkan oleh Kiai Kanjeng yang memang memiliki sengatan listrik yang bisa membuat jiwa orang kesetrum(kena sengatan listrik).

Acara ini dihelat oleh Pengurus Ta’mir masjid Jami’ At-Taqwa, dengan mengangkat tema “Ashabul Kahfi Ada di Masjid Jami’ At-Taqwa: Istiqamah di Sahara Kehidupan Modern”. Jum’at, 29 Maret 2013, sekitar pukul 20.00 WIB, acara pun dibuka oleh MC yang membawakan acara secara semi formal. Setelah sambutan oleh ketua ta’mir masjid Jami’ At-Taqwa; Prof. Dr. Edi, juga oleh Bupati Sleman, acara dimeriahkan oleh penampilan Kiai Kanjeng dengan membawakan tembang perdana“Hasbunallah wa ni’mal wakil”. Para penonton yang terdiri dari segala macam usia -mulai dari anak-anak sampai kakek-nenek, juga dari berbagai kalangan –akademisi, mahasiswa, petani, pejabat, dsb- yang memadati halaman luas masjid Jami’ At-Taqwa ini pun terlihat begitu menikmati dan menghayati alunan musik yang dibawakan Kia Kanjeng.

Setelah beberapa saat, tibalah sang Maestro yang telah ditunggu-tunggu, “Cak Nun”. Dengan mengenakan pakaian serba putih dari ujung atas sampai ujung bawah, Cak Nun mulai menyampaikan pesan-pesannya. Ia memulai dengan menyampaikan sebuah ilusrasi yang cukup menarik, tentang agama Islam dan golongan-golongan yang ada di dalamnya.

Cak Nun mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat yang terkadang begitu fanatik terhadap golongan/aliran yang dianutnya, seperti NU, Muhammadiyah, Syi’ah, dsb. Sehingga dari kefanatikan itu memunculkan tindak kekerasan yang kerap terjadi sesama muslim. Kemudian Cak Nun pun mengilustrasikan agama Islam laksanaTelo (sejenis umbi-umbian) yang bisa menghasilkan berbagai aneka menu, sepertiGethukKripik, dsb. Nah, Telo diibaratkan sebagai agama Islam murni, dan Gethuk,Kripik diibaratkan aliran-aliran yang muncul dalam Islam. Nah, kebanyakan orang memang menganggap bahwa NU, Muhammadiyah, Syi’ah, dsb itu sebagai agama mereka, padahal sebenarnya semua sama-sama Islam. Itulah pentingnya menjunjung tinggi pluralisme.

Maka Cak Nun pun melontarkan pertanyaan kepada para pengunjung yang berdekatan dengan panggung, dengan berbahasa Jawa, “la seng agama iku lak seng Telone to bu’ nggeh, ora kok Gethuk lan Kripik iku? La wong saiki iki, seng sering nganggep agamane iku Gethuk lan Kripik iku, padahal asline kan Telo” (La yang agama itu kan yang Telo-nya kan bu’ ya, bukan kok Gethuk dan Kripik? La orang sekarang itu sering menganggap agamanya itu Gethuk dan Kripik itu, padahal aslinya kan Telo). Sontak para hadirin pun tertawa mendengar ilustrasi Cak Nun yang terkesan aneh, lucu namun sarat akan makna tersebut.

Tembang-tembang pun mengalir dari tangan-tangan para anggota Kiai Kanjeng, seperti syi’ir tanpa wathongelandangan, dsb, mengiringi jalannya pengajian yang selesai sekitar pukul 00:00 malam tersebut.

  

20 pesan selanjutnya

Selain menyampaikan tentang Telo, dkk tersebut, dengan kemasan bahasa Indonesia dan Jawa, dan dengan ciri khasnya yang terkesan slengek’an dan seperti ocehan ngawur namun sarat makna itu, Cak Nun juga menyampaikan beberapa pesan yang penting kepada para hadirin. Paling tidak ada 20 pesan yang berhasil ku rangkum. 

Pertama, Kita harus bisa memilih dan memilah, mana perkara yang harus kita masukkan dalam otak, hati, dan tangan itu. Jangan sampai salah tempat.

Kedua, Orang yang diinjak-injak dankere (miskin) itu terkadang lebih bermanfaat.

KetigaWong iku oleh duwur –pangkate, tapi gak oleh nduwuri wong(orang itu boleh saja berpangkat tinggi, tapi nggak boleh menganggap remeh orang). Sebuah kritik terhadap para pejabat-pejabat yang terkadang sering meremehkan dan menyepelekan orang yang ada di bawahnya.

Keempat, Manusia itu bukan makhluk permanen, artinya dia bisa baik dan kadang juga bisa buruk. Jadi, jangan khawatir jika kita dicap buruk oleh orang.

Kelima, Tawakkal bisa dimaknai secara sederhana seperti ini; “mengurusi hal yang bisa diurus, dan kalau ada hal yang nggak bisa diurus, pasrahkanlah kepada Allah”. Artinya, kita cukup mengurus perkara yang sudah konkrit dan ada di depan mata saja. Perihal perkara yang masih belum jelas dan masih abstrak, cukup pasrahkan saja urusannya pada Allah. Yakin bahwa Allah akan memberikan yang terbaik bagi hambaNya.

Keenam, Setiap orang itu punyafadhilah (keutamaan). Jadi jangan minderdengan diri sendiri.

Ketujuh, Orang itu selalu melihat yang tinggi, dan menganggap bahwa yang tinggi dan berada di atas, itulah yang terbaik dan mulia. Padahal bukan seperti itu, karena semua sudah ada porsi dan jatahnya masing-masing. Contohnya saja, burung bisa terbang tinggi ke atas itu ya karna memang sudah kodratnya dia bisa begitu. Karna kan dia punya sayap. Makanya keliatan pantas dan baik. La sekarang, coba bayangin bagaimana kalau ayam, harimau, yang emang kodratnya berjalan di bawah –daratan, tapi disuruh terbang? Lantaran asumsi yang beredar bahwa yang terbang tinggi dan di atas itu baik. Apa nggaktambah menyeramkan dan menghawatirkan tuh? Itu baru ayam sama harimau. Coba kalau badak sama gajah yang terbang? :D

Kedelapan, Wajah itu perwakilan dari seluruh diri kita. “sing ngentut silite, tapi sing diwudhu-ni wajahe” (yang kentut dubur-nya, tapi yang diwudhu-in wajahnya). Kenapa? Ya karna orang itu menilai dari wajah kita kan, dan nggak mungkin daridubur atau bagian anggota tubuh lain –selain wajah? :D

Kesembilan, Cahaya itu hanya terlihat di dalam kegelapan, bukan di tempat yang terang benderang. Artinya, ketika kita tidak masuk ke catatan ‘buku hitam’ yang penuh kegelapan dulu, mustahil kita akan tau dan mendapatkan penerangan (cahaya).

Kesepuluh, Pencipta lagu “syi’ir tanpa wathon” yang selama ini diklaim diciptakan oleh Gus Dur pun diluruskan oleh Cak Nun. Dikatakan bahwa sebenarnya yang menciptakan lagu itu adalah Kiai Sahlan dari Krian, Sidoarjo pada tahun 1950-an. Dan syi’ir itu muncul lantaran untuk menyaingi lagu ludruk yang sedang tenarwaktu itu. hal ini disampaikan, tepat sebelum Kiai Kanjeng beraksi dengan membawakan tembang syi’ir tanpa wathon.

Kesebelas, “Jawa ayo digawa, Arab digarap, Barat diruwat” (Budaya Jawa mari kita bawa, Arab dikerjakan, Barat dipelihara). Sebuah pesan yang singkat, padat, jelas dan sarat makna tentang pentingnya menjaga budaya daerah dan Nusantara, tanpa menolak mentah-mentah juga terhadap budaya asing yang masuk.“المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح”.

Keduabelas, perihal tema acara itu –Ashabul Kahfi, Cak Nun menyampaikan agar jangan sampai ada gua ashabul kahfilagi di zaman sekarang. Pemuda ashabul kahfi yang ditidurkan oleh Allah, itu merupakan gambaran para pemuda yang tetap kekeh menjaga imannya, lantaran khawatir akan terseret situasi modernitas yang ada di dunia. Makanya mereka memilih untuk menyendiri dalam gua yang kemudian ditidurkan oleh Allah selama 300 tahun, ditambah 6 tahun.

Ketigabelas, Sunan Kalijaga itu peranannya paling banyak adalah dalam hal peralihan perpolitikan (dari Majapahit-Demak-Pajang-Mataram). Hal ini disampaikan Cak Nun, ketika beliau menceritakan bahwa orang-orang terkadang ada yang nyeletuk, dengan mengatakan bahwa ia adalah jelma’an dari Sunan Kalijaga. J

Keempatbelas, Ibadah itu yangmahdhah (wajib, murni) hanya 3,5%, sisanya 96,5% itu adalah mu’amalah.

Kelimabelas, Makin dekat seseorang dengan seseorang yang lain, maka semakin tidak ada etika di antara keduanya.

Keenambelas, Pelurusan antara Al-Qur’an dan Mushaf. Al-Qur’an yang asli dan terjaga itu berada di lauh mahfudz. Sedangkan yang ada di hadapan kita sekarang itu adalah mushaf.

Ketujuhbelas, Bid’ah itu hanya ada dalam ibadah mahdhah saja, bukan pada ibadah mu’amalah. Hal ini disampaikan, ketika ada salah satu ibu-ibu yang menanyakan tentang bid’ah kepada Cak Nun.

Kedelapanbelas, Kebohongan itu terkadang penting, pada saat-saat tertentu saja.

Kesembilanbelas, Pilihan hidup itu ada tiga: ijtihad, ittiba’, atau taqlid. Kita pilih sesuai kapasitas diri kita.

Keduapuluh, Jangan sampai ada sesuatu apapun yang bisa menghalangi kedekatanmu dengan Allah.

Dokumentasi Acara

 Kiai Kanjeng ketika memulai penampilannya -sebelum Cak Nun masuk panggung

Cak Nun ketika baru masuk panngung, dan menyampaikan pesan-pesannya

Cak Nun ketika menyampaikan pesan-pesannya kepada para hadirin

Cak Nun dan Kiai Kanjeng ketika menyanyikan tembang 'syi'ir tanpa wathon'

Nah, itu tadi kurang lebih oleh-oleh dari Pengajian Akbar Cak Nun dan Kiai Kanjeng di Minomartani, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Niatnya sih, buat berbagi pengalaman saja. Silahkan disimpulkan sendiri, dan semoga bermanfaat

Sumber : http://nieza.blogspot.com

CAKNUN : KEJAWEN ITU AJARAN YANG LUHUR

pie K : Itu hanya bagian dari BUDAYA bukan identitas AGAMA
KERIS : itu Ageman sebagai IDENTITAS JAWA ( Kaluhuran )

Kata “Kejawen” berasal dari kata "Jawa", yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah "segala sesuatu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa (Kejawaan)". Penamaan "kejawen" bersifat umum, biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum, Kejawen sebagai filsafat yang memiliki ajaran-ajaran tertentu terutama dalam membangun Tata Krama (aturan berkehidupan yang mulia), Kejawen sebagai agama itu dikembangkan oleh pemeluk Agama Kapitayan jadi sangat tidak arif jika mengatasnamakan Kejawen sebagai agama dimana semua agama yang dianut oleh orang jawa memiliki sifat-sifat kejawaan yang kental.

Kejawen dalam opini umum berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti spiritualistis atau spiritualistis suku Jawa, laku olah sepiritualis kejawen yang utama adalah Pasa (Berpuasa) dan Tapa (Bertapa).

Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku (mirip dengan "ibadah"). Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat dan menekankan pada konsep "keseimbangan". Sifat Kejawen yang demikian memiliki kemiripan dengan Konfusianisme (bukan dalam konteks ajarannya). Penganut Kejawen hampir tidak pernah mengadakan kegiatan perluasan ajaran, tetapi melakukan pembinaan secara rutin.

Simbol-simbol "laku" berupa perangkat adat asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya. Simbol-simbol itu menampakan kewingitan (wibawa magis) sehingga banyak orang (termasuk penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah memanfaatkan kejawen dengan praktik klenik dan perdukunan yang padahal hal tersebut tidak pernah ada dalam ajaran filsafat kejawen.

Ajaran-ajaran kejawen bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik Hindu, Buddha, Islam, maupun Kristen. Gejala sinkretisme ini sendiri dipandang bukan sesuatu yang aneh karena dianggap memperkaya cara pandang terhadap tantangan perubahan zaman.

Kejawen (bahasa Jawa Kejawèn) adalah sebuah kepercayaan yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di Jawa. Kejawen hakikatnya adalah suatu filsafat dimana keberadaanya ada sejak orang Jawa (Bahasa Jawa: Wong Jawa ꦮꦺꦴꦁꦗꦮ, Krama: Tiyang Jawi ꦠꦾꦁꦗꦮꦶ) itu ada. Hal tersebut dapat dilihat dari ajarannya yang universal dan selalu melekat berdampingan dengan agama yang dianut pada zamannya. Kitab-kitab dan naskah kuno Kejawen tidak menegaskan ajarannya sebagai sebuah agama meskipun memiliki laku. Kejawen juga tidak dapat dilepaskan dari agama yang dianut karena filsafat Kejawen dilandaskankan pada ajaran agama yang dianut oleh filsuf Jawa.

Sejak dulu, orang Jawa mengakui keesaan Tuhan sehingga menjadi inti ajaran Kejawen, yaitu mengarahkan insan : Sangkan Paraning Dumadhi (lit. "Dari mana datang dan kembalinya hamba tuhan") dan membentuk insan se-iya se-kata dengan tuhannya : Manunggaling Kawula lan Gusthi (lit. "Bersatunya Hamba dan Tuhan"). Dari kemanunggalan itu, ajaran Kejawen memiliki misi sebagai berikut:

Mamayu Hayuning Pribadhi (sebagai rahmat bagi diri pribadi)
Mamayu Hayuning Kaluwarga (sebagai rahmat bagi keluarga)
Mamayu Hayuning Sasama (sebagai rahmat bagi sesama manusia)
Mamayu Hayuning Bhuwana (sebagai rahmat bagi alam semesta)

berbeda dengan kaum abangan kaum kejawen relatif taat dengan agamanya, dengan menjauhi larangan agamanya dan melaksanakan perintah agamanya namun tetap menjaga jatidirinya sebagai orang pribumi, karena ajaran filsafat kejawen memang mendorong untuk taat terhadap tuhannya. jadi tidak mengherankan jika ada banyak aliran filsafat kejawen menurut agamanya yang dianut seperti : Islam Kejawen, Hindu Kejawen, Kristen Kejawen, Budha Kejawen, Kejawen Kapitayan (Kepercayaan) dengan tetap melaksanakan adat dan budayanya yang tidak bertentangan dengan agamanya.

Sultan Agung Mataram dianggap sebagai filsuf peletak pondasi Kejawen Muslim yang kemudian sangat mempengaruhi upacara-upacara penting terutama yang paling nampak adalah penanggalan dalam menentukan hari-hari penting. Hari-hari penting kejawen tidak lepas dari "Kelahiran - Pernikahan - Mangkat" (kematian), yang ketiganya adalah kehidupan dalam tradisi Jawa. Orang Jawa akan mendapatkan nama pada ketiga peristiwa tersebut, yaitu nama saat kelahiran, nama saat pernikahan, nama saat mangkat (nama kematian dengan menambahkan "bin"/ "binti" nama orang tua dibelakang nama kelahiran). Semua hari-hari penting itu ditetapkan sesuai Kalender Jawa yang memiliki Primbon sebagai aturan-aturan dalam menentukan hari penting dan tata caranya. Berikut adalah hari-hari penting dalam Kejawen :

Suran (Tahun Baru 1 Sura).
Sepasaran (upacara kelahiran) dan Aqiqah bagi muslim.
Mantennan (Pernikahan dengan segala upacaranya).
Mangkat (Upacara Kematian) - Mengirim Do'a (Kanduri, Wirid, Ngaji) 7 Hari, 40 Hari, 100 Hari, 1000 Hari, 3000 Hari.
Megeng Pasa - Tanggal 28 dan 29 Bulan Ruwah (Bulan Arwah) Yang digunakan untuk mengirim Do'a kepada yang telah mangkat (berangkat) terlebih dahulu, juga waktu Munjung (mengirim makanan lengkap nasi dan lauk kepada orang yang dituakan dalam keluarga) untuk mengikat silaturahmi.
Megeng Sawal - Tanggal 29 dan 30 Bulan Pasa Yang digunakan untuk mengirim Do'a kepada yang telah mangkat (berangkat) terlebih dahulu, juga waktu Munjung (mengirim makanan lengkap nasi dan lauk kepada orang yang dituakan dalam keluarga) untuk mengikat silaturahmi bagi yang tidak ada kesempatan pada Megeng Pasa.
Riadi Kupat (Hari Raya Kupat) - Tanggal 3, 4 dan 5 Bulan Sawal (Bagi orang tua yang ditinggalkan anaknya sebelum menikah).

Karena filsafat kejawen juga beragama, hari besar agama juga merupakan hari penting kejawen. Berikut ini adalah beberapa hari penting tambahan untuk kejawen muslim :

Hari Raya Idul Fitri
Hari Raya Idul Adha.
Hari Raya Jum'at.
Muludan (Maulid Kanjeng Nabi Muhammad, S.A.W.)
Sekaten (Syahadatain)

Para penganut kejawen sangat menyukai berpuasa dalam ajaran islam karena dianggap sama dengan ajaran leluhurnya selain juga tafakur yang dianggap sama dengan bertapa.

Pasa Weton - berpuasa pada hari kelahiranya sesuai penanggalan jawa.
Pasa Sekeman - Puasa pada hari senin dan kamis.
Pasa Wulan - Puasa pada setiap tanggal 13, 14, dan 15 pada setiap bulan Kalender Jawa.
Pasa Dawud - Puasa selang-seling, sehari puasa-sehari tidak.
Pasa Ruwah - Puasa pada hari-hari bulan Ruwah (Bulan Arwah).
Pasa Sawal - Puasa enam hari pada bulan Sawal kecuali tanggal 1 Sawal.
Pasa Apit Kayu - Puasa 10 hari pertama pada bulan ke-12 kalender jawa.
Pasa Sura - Puasa pada tanggal 9 dan 10 bulan Sura.

Selain puasa diatas kejawen juga memiliki puasa biasanya untuk menggambarkan kezuhudan (kesungguhan) dalam mencapai keinginan, jenis puasa tersebut adalah sebagai berikut :

Pasa Mutih - puasa ini dilakukan dengan jalan hanya boleh makan nasi putih, tanpa garam dan lauk pauk atau makanan kecil dan lain-lain, serta minumnya juga air putih.
Pasa Patigeni - puasa tidak boleh makan, minum dan tidur serta hanya boleh dikamar saja tanpa disinari cahaya lampu.
Pasa Ngebleng - puasa tidak boleh makan dan minum, tidak boleh keluar kamar, boleh keluar sekedar tetapi sekedar buang hajat dan boleh tidur tetapi sebentar saja.
Pasa Ngalong - puasa tidak makan dan minum tetapi boleh tidur sebentar saja dan boleh pergi.
Pasa Ngrowot - puasa yang tidak boleh makan nasi dan hanya boleh makan buah-buahan atau sayur-sayuran saja.

Kejawen tidak memiliki Kitab Suci, tetapi orang Jawa memiliki bahasa sandi yang dilambangkan dan disiratkan dalam semua sendi kehidupannya dan mempercayai ajaran-ajaran Kejawen tertuang di dalamnya tanpa mengalami perubahan sedikitpun karena memiliki pakem (aturan yang dijaga ketat), kesemuanya merupakan ajaran yang tersirat untuk membentuk laku utama yaitu Tata Krama (Aturan Hidup Yang Luhur) untuk membentuk orang jawa yang hanjawani (memiliki akhlak terpuji), hal-hal tersebut terutama banyak tertuang dalam karya tulis sebagai berikut :

Kakawin (Sastra Kuna) - merupakan kitab sastra metrum kuna (lama) berisi wejangan (nasihat) berupa ajaran yang tersirat dalam kisah perjalanan yang berjumlah 5 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa Kuno dan Bahasa Jawa Kuno
Babad (Sejarah-Sejarah) - merupakan kitab yang menceritakan sejarah nusantara berjumlah lebih dari 15 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa Kuno dan Bahasa Jawa Kuno serta Aksara Jawa dan Bahasa Jawa
Serat (Sastra Baru) - merupakan kitab sastra metrum anyar (baru) berisi wejangan (nasihat) berupa ajaran yang tersirat dalam kisah perjalanan yang terdiri lebih dari 82 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa beberapa ditulis menggunakan Huruf Pegon
Suluk (Jalan Sepiritual) - merupakan kitab tata cara menempuh jalan supranatural untuk membentuk pribadi hanjawani yang luhur dan dipercaya siapa saja yang mengalami kesempurnaan akan memperoleh kekuatan supranatural yang berjumlah lebih dari 35 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa beberapa ditulis menggunakan Huruf Pegon
Kidungan (Do'a-Do'a) - sekumpulan do'a-do'a atau mantra-mantra yang dibaca dengan nada khas, sama seperti halnya do'a lain ditujukan kepada tuhan bagi pemeluknya masing-masing yang berjumlah 7 kitab, ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa
Primbon (Ramalan-Ramalan) - berupa kitab untuk membaca gelagat alam semesta untuk memprediksi kejadian. ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa
Piwulang Kautaman (Ajaran Utama) - berupa kitab yang terdiri dari Pituduh (Perintah) dan Wewaler (Larangan) untuk membentuk pribadi yang hanjawani, ditulis menggunakan Aksara Jawa dan Bahasa Jawa

Naskah-naskah diatas mencakup seluruh sendi kehidupan orang Jawa dari kelahiran sampai kematian, dari resep makanan kuno sampai asmaragama (kamasutra), dan ada ribuan naskah lainya yang menyiratkan kitab-kitab utama di atas dalam bentuk karya tulis, biasanya dalam bentuk ajaran nasihat, falsafah, kaweruh (pengetahuan), dan sebagainya.

Sumber: https://m.facebook.com/nagari.amarta/posts/373161136181639

BELAJAR AGAMA KOK SAMA BUDAYAWAN CAKNUN..??

-

Banyak yang menyebutnya sebagai kyai mbeling. Dalam ceramahnya, Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun nggak jarang menggunakan kata-kata yang sangat rakyat jelata(ndasmu, asu, jancok, taek, dsb) dan nylekit. Yang tentu saja menyesuaikan dengan audience-nya saat itu (tidak di depan anak kecil atau semacamnya). Cak Nun sengaja begitu agar tidak dikultuskan, tidak ingin di-wali-wali-kan oleh jamaahnya. Kalau orang yang pikirannya linier, sempit, tidak paham kontek, nggk kenal beliau..pasti bakalan berpikiran negatif, mengkafir-kafirkan.

Pernah suatu kali saat diundang di sebuah sarasehan, Cak Nun menyebutkan bahwa kita ini sesat, ulama-ulamanya sesat, semuanya sesat. 
"Coba tunjukkan satu saja di Indonesia ini yang tidak sesat," kata Cak Nun saat itu.
Mereka yang tidak kenal dan tidak terbiasa dengan omongan Cak Nun, marah besar. Terutama mereka-mereka yang masih muda.

Kita memang masih sesat karena setiap kita sholat diwajibkan membaca ayat 'Ihdinash Shirathal Mustaqim' yang artinya tunjukilah kami jalan yang lurus. 
"Kalau sudah merasa lurus dan benar maka nggak usah ikut pengajian..di sini tempatnya orang sesat yang terus mencari kebenaran dan jalan yang lurus."

Cak Nun tidak ingin masyarakat umum mengenalnya sebagai kyai, haji, ustadz atau gelar-gelar semacam itu. Beliau sengaja mencopot gelar-gelar tersebut. Pernah suatu kali Cak Nun jadi seorang pembicara dalam acara seminar. Panitia membuat Spanduk penyambutan yang isinya kurang lebih : "Selamat datang KH Emha Ainun Nadjib...."
Cak Nun pun bercanda sama panitia-nya, "Mas kalau gelar saya Kyai Haji..terus gelarnya Rasullulah apa mas ..: Kanjeng sepuh Kyai Haji Panglima Besar Waliyullah Nabiullah blablablablablabla..Muhammmad SAW."

Dan kayaknya Cak Nun berhasil dengan cita-citanya itu. Kebanyakan orang menganggapnya sebagai tokoh budaya, penyair atau seniman. Ketika ada jamaahnya Cak Nun yang bicara pemikiran (bukan ajaran) Cak Nun tentang agama, mereka sinis : "Kok percaya sama omongannya penyair... belajar agama kok dari seorang budayawan..!"

Tongkrongannya pun biasa saja, tidak menampakan diri sebagai seorang kyai. 
"Agama itu letaknya di dapur, nggak perlu dipamerkan di warungnya...nggak masalah kamu masak di dapur pakai gas, kompor biasa atau apa pun yang penting yang kamu sajikan di ruang tamu adalah masakan yang menyenangkan semua orang..begitu juga dengan agama, nggak masalah agama apapun yang di anut yang penting output di masyarakat itu baik..jadi orang yang mengamankan, menentramkan, menolong saat dibutuhkan.."

Cak Nun adalah salah satu tokoh gerakan reformasi (yang tidak diakui negeri ini), melengserkan sekaligus guru ngajinya Presiden Soeharto. Yang membujuk Gus Dur untuk mau jadi presiden dan mengajaknya meninggalkan istana saat Gus Dur di-impeachment oleh MPR.
"Lapo sampeyan nang istana setan...ayo mulih nang istana malaikat..!" ajak Cak Nun pada Gus dur.
"Nang endi istana malaikat iku Cak..?" tanya Gus Dur.
"Yo nang Ciganjur (rumah Gus Dur)..!" jawab Cak Nun.
Setelah itu Gus Dur keluar istana cuman pakai kaos oblong dan celana kolor.

Saya rasa jarang ada orang yang begitu ikhlas, berani, cerdas, arif seperti beliau. Walaupun pendidikannya cuman sampai semester 1 fakultas Ekonomi UGM tapi otaknya melebihi seorang profesor. Profesor pun minder kalau disandingkan dengan Cak Nun. Karena beliau adalah berlian yang intelektualitasnya mumpuni.

Banyak sekali aktifitas Cak Nun demi keutuhan NKRI yang tak pernah diakui, ditulis dalam sejarah Indonesia. Dan sekarang beliau memutuskan untuk Out Of Box dari semua itu. Indonesia mengalami sakit kronis parah. Ilmu manusia pun nggak sanggup untuk menyembuhkan Indonesia.

Cak Nun pun tak lagi mau tampil di media nasional. Menyibukan diri dalam kegiatan pengajian, shalawatan dan semacamnya (Mocopat Syafaat, Juguran Syafaat, Kenduri Cinta, Bang Bang Wetan dan sebagainya).

Cak Nun tidak mengakui negara Indonesia. Beliau cuma seorang penduduk Indonesia saja.
"Saya tidak menganjurkan anda Golput...tapi kalau anda nggak Golput itu goblok..! Wis ngerti dike'i taek kok yo gelem ae...tiap lima tahun sekali dike'i taek kok yo ora kapok-kapok..! Terus anda masih penasaran : 'jangan-jangan ini lidah saya ya..? lho kok pahit..lho kok??'.."

Dalam setiap acara seminar, sarasehan atau apa pun namanya Cak Nun tidak pernah perduli soal honor. Dibayar atau tidak dibayar bagi Cak Nun tak masalah. Cak Nun mewanti-wanti pada manajemen yang ngurusi Cak Nun untuk tidak menyebutkan angka. "Berapa sih yang akan anda bayarkan pada saya??...dibayar berapapun nggak akan cukup!...Maka lebih baik tidak usah.
Bukannya saya hebat...tapi saya takut menyinggung perasaan Tuhan. Urusan Akhlak dan dagang harus dipisahkan. Jangan sampai akhlak dikapitalisasi."

Ustadz dibayar itu bukan karena transfer ilmunya tapi karena tenaganya, waktunya yang dikorbankan, akomodasinya dan seterusnya. Karena itu tidak selayaknya kalau ada Ustadz, Motivator, Guru Ngaji pasang tarif.

Cak Nun yang menyebarkan kebaikan, membuka pori-pori kecerdasan, mencerahkan, membesarkan hati para jamaahnya tanpa minta imbalan apa pun. Beliau selalu memposisikan sama dengan jamaahnya. Sama-sama belajar dan mencari kebenaran bersama.

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Berikut ini cuplikan beberapa pituturnya tentang ketidakinginanya untuk dikultuskan :

"Awas kalau sami'na wa atho'na (kami dengar dan kami taat) sama saya....tak tonyo ndasmu..!
Karena di maiyah ini semua orang berposisi sama.
Di sini tidak ada kyai-nya, tidak ada imam-nya, tidak ada mursid-nya, tidak ada syekh-nya.
Biasanya khan sebuah perkumpulan pengajian atau tariqat ada 'ndas-ndasane' yang harus ditaati sama jamaahnya.

Yang harus anda taati hanya Rasullulah dan Allah..bukan saya...saya nggak mau..!
Soalnya kalau anda taat sama saya..Saat kamu nyolong..saya nggk bisa nolong kamu di akhirat. 
Hanya Allah dan syafaat Rasulullah yang bisa menolong kamu.

Kalau kamu taat sama saya..apa gunanya? 
Saya sendiri masih harus taat sama Rasullah dan Allah.
Di sini adalah majelis ilmu..mencari kebaikan bersama dan tujuanya bukan untuk menguasai Indonesia..tapi mencari kebenaran bersama.

Jangan hidup menurut Cak Nun. Hidup sekali kok menurut Cak Nun..menurut Cak Nun, menurut syekh ini, menurut ulama ini, menurut itu...gak kabeh!!
Hidup itu menurut Allah, menurut Rasullullah..titik!
Hidup sekali kok menurut ini, menurut itu.
Kalau hidup menurut Cak Nun, nanti saya diseret di pengadilan Gusti Allah :
"Wong iki jarene nglakoni ngene mergo awakmu Nun.."
Terus saya njawab, "lha salahe dewe..wong kulo cuma' ngomong kok.."

Kebenaran itu tidak pada siapapun. Kecuali pada keputusan terakhir anda masing-masing. Karena itu nanti yang dihisab oleh Allah. Anda boleh mendengar apa pun, boleh menafsirkan kayak apa pun, boleh melakukan apa pun setelah itu. Tapi sebenarnya yang dinilai adalah bahwa itu menjadi keputusan anda.

Jangan pernah punya keputusan yang tidak otentik pada diri anda masing-masing. Artinya kalau shalatmu itu ya shalat kamu dan Allah..itu otentik.
Bukan kamu plus Cak Nun, plus Kyai, plus Ustadz, plus Ulama dan Allah.

Sepanjang kebenaran itu anda ketahui terletak di situ 
maka seluruh forum apa pun tidak masalah. Karena anda dewasa, tidak gampang 'masuk angin' oleh kalimat kayak apa pun.

Jangan mau ditipu oleh siapapun yang menghadir-hadirkan Tuhan kepadamu. Yang menghalang-halangi hubunganmu dengan Allah. Jangan percaya kepada Emha Ainun Nadjib. Jangan percaya kepada Kyai, Ustadz atau siapapun. Itu hak pribadimu untuk menemukan Tuhanmu dengan gayamu dan caramu..!"

---------------------------------------------------------------------------------------------------

Begitulah segelintir cerita tentang sang Guru Rakyat yang sebenarnya bisa berjilid-jilid kalau diceritakan secara detail. Begitu banyak kiprah beliau dalam mencerdaskan rakyat negeri ini dengan gerakan Maiyah-nya yang tujuannya tidak untuk menguasai Indonesia. Indonesia itu kecil, Indonesia adalah bagian dari kampung halamanku, begitu kata Cak Nun.

Dan Maiyah bukanlah sebuah sekte, aliran, madzhab dan sejenisnya. Maiyah adalah sebuah majelis ilmu, mencari kebenaran bersama untuk membentuk manusia Indonesia baru yang tangguh, berani, cerdas dan berwawasan luas (tambahi sendiri kalau kurang).

Sumber : http://www.kompasiana.com/robbigandamana/belajar-agama-kok-sama-budayawan-cak-nun_5535db5d6ea8340e34da42d0